PERSEKUSI VS KESADARAN HUKUM
Oleh: Eras San
Mahasiswa STFK Ledalero
Kembali kita dipertontonkan dengan aksi
sewenang-sewenang dari beberapa oknum yang merasa terhina mungkin juga terancam.
Hal ini menandakan bahwa kita tidak lagi menghargai hukum sebagai panglima.
Belakangan ini aksi main hakim sendiri marak terjadi di antero Indonesia.
Tindakan ini serentak “memperkosa” hukum juga penegak hukum dan masyarakat pada
umumnya.
Hukum hakekatnya bertujuan untuk menertibkan masyarakat dan mengatur pergaulan hidup
juga menyelesaikan pertikaian; memelihara dan mempertahankan ketertiban dan
aturan-aturan; serta mengubah tata
tertib dan aturan sesuai kebutuhan masyarakat untuk memenuhi keadilan dan kepastian hukum. Berhadapan
dengan aksi sewenang-wenang (persekusi) tersebut lantas kita menggugat; apa
guna hukum jika masih ada yang main hakim sendiri?
Persekusi
Term ini santer terdengar setelah beberapa waktu
lalu terjadi aksi intimidasi dari beberapa oknum terhadap remaja 15 tahun di Jakarta
Timur yang viral di media sosial. Aksi main hakim sendiri termasuk dalam tindak
persekusi. Persekusi adalah
perlakuan buruk atau penganiyaan (juga intimidasi) secara sistematis oleh
individu atau kelompok terhadap individu atau kelompok lain, khususnya karena suku, agama,
atau pandangan politik.
Tidak ada satu pun perbuatan dari tindak persekusi yang dibenarkan
di mata hukum.
Menurut penulis, tindak persekusi ketika berhadapan
dengan hukum, soal yang diangkat bukan lagi berkaitan dengan alasan mengapa
mereka mengancam (walaupun benar) tapi mengapa mereka melakukan tindakan main hukim
sendiri (berupa; ancaman dan penganiayaan). Urusan fakta (misalnya; penghinaan)
berkaitan alasan dibalik mereka melakukan tindakan persekusi adalah hal lain.
Hal itu pun bisa diproses sejauh faktanya telah terjadi penghinaan.
Tindakan persekusi tentunya berdampak pada psikologi
korban. Korban akan selalu berada dibawah bayang-bayang ancaman juga trauma.
Kehidupannya akan penuh dengan momok. Hal ini mungkin sedang dirasa oleh bocah
korban intimidasi. Tindakan persekusi juga mengafirmasi minimnya kesadaran hukum
di Indonesia.
Kesadaran hukum
Negarawan Romawi kuno, Cicero pernah berkata; “Ubi societas ibi ius” yang artinya dimana ada
masyarakat disitu ada hukum. Hal ini mengafirmasi pentingnya hukum dalam
kehidupan bermasyarakat. Hukum di Indonesia yang
dijabarkan dalam undang-undang telah menciptakan keadilan juga keteraturan dan
diejawantahkan dalam masyarakat hukum.
Masyarakat hukum adalah sekelompok orang dalam
wilayah tertentu dimana berlaku serangkaian peraturan yang jadi pedoman
bertingkah laku bagi setiap anggota kelompok dalam pergaulan hidup yang jadi
pedoman bertingkah laku bagi setiap anggota kelompok dalam pergaulan hidup
mereka.
Tindakan persekusi yang marak di Indonesia telah
mengingkari konsep masyarakat hukum tersebut. Hal ini terjadi karena kurangnya
kesadaran kita akan pentingnya hukum. Hemat penulis, dalam budaya hukum yang
kita hidupi sering terjadi berbagai ketimpangan yang mengafirmasi minimnya
kesadaran hukum (misalnya; aksi persekusi).
Budaya hukum harusnya memunculkan kesadaran bahwa hukum
harus dijunjung tinggi dan kita mengakui hukum sebagai aturan atau ketetapan
akan tingkah laku sehari-hari juga untuk menyelesaiakan setiap masalah yang ada
dalam masyarakat (termasuk masalah penghinaan).
Kesadaran hukum tidak semata-mata dimengerti dalam
bentuk bagaimana kita mematuhi aturan atau undang-undang, tetapi juga bagaimana
kita harus bijak dalam menyelesaikan masalah dan menyerahkan semuanya kepada
pihak penegak hukum. Masyarakat mestinya hanya sampai pada ranah melaporkan
adanya masalah kepada kepolisian, soal penegakannya biarlah penegak hukum yang
urus. Selanjutnya kita mengawasi jalannya peradilan.
Berkaitan dengan fenomena perkusi yang marak
terjadi, masyarakat mestinya mulai sadar bahwa hukum adalah panglima.
Membiarkan perkusi hanya akan menimbulkan pengadilan massa (kuat–lemah; aksi
semena-sema). Hal ini pada akhirnya akan mengarahakan negara ini kepada mobokrasi,
kekuasaan yang dijalankan oleh kerumunan (mungkin juga premanisme).
Dalam tanggapannya berkaitan dengan fenomena ini, Ketua
MPR RI Zulkifli Hasan mengatakan tindakan persekusi merupakan perbuatan
melanggar hukum. Ia meminta kepada pemerintah untuk memberi contoh yang baik dan
adil terhadap hal tersebut (DetikNews).
Apa yang disampaikan Ketua MPR RI sangat tegas. Para
penegak hukum harus memproses semua tindakan persekusi yang ada. Kejadian
perkusi ini juga harus menjadi awasan bagi masyarakat dalam menyelesaikan
segala persoalan. Semua persoalan yang berkaitan dengan hukum harus dilaporkan
ke penegak hukum. Jangan biarkan pengadilan jalanan berlangsung di Indonesia
karena itu hanya akan menghancurkan bangsa kita.
Komentar
Posting Komentar