Manajemen Pengelolaan Keuangan Desa (Hasil kerja kelompok)
1.
Pendahuluan
Salah satu agenda kerja prioritas
pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla, yang tertuang dalam Nawa
Cita adalah membangun Indonesia dari pinggir atau desa. Pembangunan bergerak
tidak hanya di kota-kota besar tetapi juga di daerah pedesaan dengan tujuan
untuk mencapai persatuan bangsa.
Terbitnya Undang-undang Nomor 6
Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa)
merupakan pemikirian yang inovatif untuk membuka sebuah era baru dalam
pembangunan di Indonesia. Undang-Undang ini memberikan peluang besar dalam
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya di wilayah perdesaan. Desa
yang di masa lalu lebih banyak menjadi objek kebijakan dan pelaksanaan
pembangunan, kini memiliki kewenangan dan kesempatan lebih luas untuk
merumuskan kebijakan dan melaksanakan pembangunannya sendiri. Desa kini menjadi
subyek yang berperan aktif sebagai motor penggerak pembangunan.
Dalam hal ini Desa seharusnya
mempunyai keahlian khusus dalam mengoptimalkan pengelolaan dana Desa. Oleh
karena itu, melalui makalah ini kelompok menawarkan kepada kita beberapa hal
penting yang perlu dilakukan dalam mengoptimalkan pengelolaan dana Desa.
2.
Dana Desa
2.1
Pengertian dana desa[1]
Dana desa adalah dana yang bersumber dari anggaran pendapatan dan
belanja negara yang diperuntukan bagi desa
yang ditransfer melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten atau
kota dan digunakan untuk mendanai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan
pembangunan, pembinaan kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat.
2.2 Sumber dana desa
Pendapatan desa
sebagaimana dimaksud dalam pasal 71 ayat 2 dalam Undang-undang no. 6 tahun 2014
tentang desa bersumber dari:
a.
Pendapatan asli desa terdiri atas hasil usaha,
hasil aset, swadaya dan partisipasi, gotong royong dan
lain-lain pendapatan asli desa.
b.
Alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
c.
Bagian dari hasil pajak dan retribusi daerah
kabupaten/kota
d. Alokasi dana desa yang
merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota
e. Bantuan keuangan dari
anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi dan anggaran pendapatan dan
belanja daerah kabupaten/kota.
f. Hibah dari sumbangan
yang tidak mengikat dari pihak ketiga; dan
g. Lain-lain pendapatan
desa yang sah.
a. Meningkatkan pelayanan
publik di desa
b. Mengentaskan kemiskinan
c. Memajukan perekonomian desa
d. Mengatasi kesenjangan pembangunan antardesa
e. Memperkuat masyarakat desa
sebagai subjek pembangunan
3.
Pengelolaan Keuangan Desa
3.1
Dasar Hukum
1. UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang
Desa
2. PP Nomor 43 Tahun 2014 tentang UU Desa
3. PP Nomor 60 Tahun 2014 tentang
Dana Desa yang bersumber dari APBN
4. Peraturan Menteri Dalam Negeri
No.113 Tahun 2015 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa
5. Peraturan Menteri Dalam Negeri
No.114 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pembangunan Desa
Keuangan Desa dikelola
berdasarkan
praktik-praktik
pemerintahan
yang baik.
Asas-asas Pengelolaan
Keuangan Desa sebagaimana tertuang
dalam Permendagri
Nomor 113 Tahun 2014 yaitu transparan, akuntabel, partisipatif serta dilakukan
dengan tertib dan disiplin
anggaran, dengan uraian sebagai berikut:
1. Transparan yaitu prinsip keterbukaan yang memungkinkan masyarakat untuk mengetahui dan mendapat akses informasi seluas-luasnya
tentang keuangan desa. Asas yang membuka
diri terhadap
hak masyarakat untuk memperoleh
informasi yang
benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang
penyelenggaraan
pemerintahan
desa dengan tetap memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan;
2. Akuntabel yaitu perwujudan kewajiban untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan
dan
pengendalian
sumber daya dan
pelaksanaan kebijakan yang
dipercayakan dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Asas
akuntabel yang menentukan bahwa setiap
kegiatan
dan
hasil akhir kegiatan penyelenggaraan pemerintahan desa harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat desa sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang- undangan;
3. Partisipatif yaitu penyelenggaraan pemerintahan desa yang mengikutsertakan kelembagaan desa dan
unsur masyarakat desa;
4. Tertib dan disiplin anggaran yaitu pengelolaan keuangan desa harus mengacu pada aturan atau
pedoman
yang melandasinya.
3.3
Struktur Organisasi Pengelolaan Dana Desa[4]
Struktur Organisasi
Pengelolaan Dana Desa
Penjelasan bagan:
Kepala
Desa
Kepala
Desa memiliki kewenangan:
- Menetapkan kebijakan
tentang pelaksanaan APB Desa;
- Menetapkan Pelaksana
Teknis Pengelolaan Keuangan Desa (PTPKD);
- Menetapkan petugas
yang melakukan pemungutan penerimaan Desa;
- Menyetujui pengeluaran
atas kegiatan yang ditetapkan dalam APB Desa;
- Melakukan tindakan
yang mengakibatkan pengeluaran atas beban APB Desa.
Sekretaris
Desa
Sekretaris
Desa selaku Koordinator PTPKD membantu Kepala Desa dalam melaksanakan
Pengelolaan Keuangan Desa, dengan tugas:
- Menyusun dan melaksanakan
kebijakan pengelolaan APB Desa;
- Menyusun rancangan
peraturan desa mengenai APB Desa, perubahan APB Desa dan
pertanggungjawaban pelaksanaan APB Desa;
- Melakukan pengendalian
terhadap pelaksanaan kegiatan yang telah ditetapkan dalam APB Desa;
- Menyusun pelaporan dan
pertanggungjawaban pelaksanaan APB Desa;
- Melakukan verifikasi
terhadap Rencana Anggaran Belanja (RAB), bukti-bukti penerimaan dan
pengeluaran APB Desa (SPP).
Sekretaris Desa mendapatkan
pelimpahan kewenangan dari Kepala Desa dalam melaksanakan Pengelolaan Keuangan
Desa, dan bertanggungjawab kepada Kepala Desa.
Kepala
Seksi
Kepala
Seksi merupakan salah satu unsur dari PTPKD yang bertindak sebagai pelaksana
kegiatan sesuai dengan bidangnya. Sesuai pasal 64 PP Nomor 43 Tahun 2014
dinyatakan bahwa desa paling banyak terdiri dari 3 (tiga) seksi.
Kepala Seksi mempunyai
tugas:
- Menyusun RAB kegiatan
yang menjadi tanggungjawabnya;
- Melaksanakan kegiatan
dan/atau bersama Lembaga Kemasyarakatan Desa yang telah ditetapkan di
dalam APB Desa;
- Melakukan tindakan
pengeluaran yang menyebabkan atas beban anggaran belanja kegiatan;
- Mengendalikan
pelaksanaan dengan melakukan pencatatan dalam Buku Pembantu Kas Kegiatan;
- Melaporkan
perkembangan pelaksanaan kegiatan kepada Kepala Desa;
- Mengajukan SPP dan
melengkapinya dengan bukti-bukti pendukung atas beban pengeluaran
pelaksanaan kegiatan.
Bendahara
Desa
Bendahara
Desa merupakan salah satu unsur dari PTPKD yang dijabat oleh kepala/staf urusan
keuangan dan memiliki tugas untuk membantu Sekretaris Desa. Bendahara Desa
mengelola keuangan desa yang meliputi penerimaan pendapatan desa dan
pengeluaran/pembiayaan dalam rangka pelaksanaan APB Desa. Penatausahaan
dilakukan dengan menggunakan Buku Kas Umum, Buku Kas Pembantu Pajak, dan Buku
Bank. Penatausahaan yang dilakukan antara lain meliputi yaitu:
- Menerima, menyimpan,
menyetorkan/ membayar;
- Memungut dan
menyetorkan PPh dan pajak lainnya;
- Melakukan pencatatan
setiap penerimaan dan pengeluaran serta melakukan tutup buku setiap akhir
bulan secara tertib;
- Mempertanggungjawabkan
uang melalui laporan pertanggungjawaban.
3.4 Siklus
Pengelolaan Keuangan Desa[5]
Siklus Pengelolaan Keuangan Desa
Penjelasan bagan:
Perencanaan
Secara umum, perencanaan keuangan adalah kegiatan untuk memperkirakan
pendapatan dan belanja dalam kurun waktu tertentu di masa yang akan datang.
Perencanaan keuangan desa dilakukan setelah tersusunnya RPJM Desa dan
RKP Desa yang menjadi dasar untuk menyusun APBDesa yang merupakan hasil dari
perencanaan keuangan desa.
Pelaksanaan
Pelaksanaan dalam pengelolaan keuangan desa merupakan implementasi atau
eksekusi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. Termasuk dalam pelaksanaan
diantaranya adalah proses pengadaan barang dan jasa serta proses pembayaran.
Tahap pelaksanaan adalah rangkaian kegiatan untuk melaksanakan APBDesa
dalam satu tahun anggaran yang dimulai dari 1 Januari hingga 31 Desember. Atas
dasar APBDesa dimaksud disusunlah Rencana Anggaran Biaya (RAB) untuk setiap
kegiatan yang menjadi dasar pengajuan Surat Permintaan Pembayaran (SPP).
Pengadaan barang dan jasa, penyusunan Buku Kas Pembantu Kegiatan, dan
Perubahan APB Desa adalah kegiatan yang berlangsung pada tahap pelaksanaan.
Penatausahaan
Penatausahaan merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan secara
sistematis (teratur dan masuk akal/ logis) dalam bidang keuangan berdasarkan
prinsip, standar, serta prosedur tertentu sehingga informasi aktual (informasi
yang sesungguhnya) berkenaan dengan keuangan dapat segera diperoleh.
Tahap ini merupakan proses pencatatan seluruh transaksi keuangan yang
terjadi dalam satu tahun anggaran. Lebih lanjut, kegiatan penatausahaan
keuangan mempunyai fungsi pengendalian terhadap pelaksanaan APBDesa. Hasil dari
penatausahaan adalah laporan yang dapat digunakan untuk pertanggungjawaban
pengelolaan keuangan itu sendiri.
Pelaporan
Pelaporan adalah kegiatan yang dilakukan untuk menyampaikan hal-hal yang
berhubungan dengan hasil pekerjaan yang telah dilakukan selama satu periode
tertentu sebagai bentuk pelaksanaan tanggungjawab (pertanggungjawaban) atas
tugas dan wewenang yang diberikan Laporan merupakan suatu bentuk penyajian data
dan informasi mengenai sesuatu kegiatan ataupun keadaan yang berkenaan dengan
adanya suatu tanggung jawab yang ditugaskan.
Pada tahap ini, Pemerintah Desa menyusun laporan realisasi pelaksanaan
APBDes setiap semester yang disampaikan kepada Bupati/walikota.
Pertanggungjawaban
Pertanggungjawaban pengelolaan keuangan desa dilakukan setiap akhir
tahun anggaran yang disampaikan kepada Bupati/Walikota dan di dalam Forum
Musyawarah Desa.
4.
Penutup
Dana desa yang bersumber dari APBN adalah
wujud pengakuan negara terhadap kesatuan masyarakat hukum yang berwenang
mengatur dan mengurus pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan
prakarsa hak asal-usul dan hak tradisional.
Disamping itu, pemberian dana desa juga
dimaksudkan untuk mendukung meningkatnya kesejahteraan masyarakat dan
pemerataan pembangunan, serta komitmen pemerintah untuk secara serius
memperkuat pelaksanaan otonomi daerah dan desetralisasi fiskal, sekaligus wujud
dari implementasi Nawa Cita, khususnya cita ke-3 yaitu membangun Indonesia dari
pinggiran dengan memperkuat pembangunan daerah dan desa dalam kerangka NKRI.
[3] Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan, Petunjuk
Pelaksanaan Bimbingan dan Konstulasi Pengelolaan
Keuangan Desa, (Jakarta: BPKP, 2015), hlm. 35.
Komentar
Posting Komentar