Pengaruh Filsuf lain terhadap pemikiran Michel Foucault



I.                   PENGANTAR
            Salah satu hal yang paling inspiratif dari Foucault bagi postmodernisme adalah sikapnya dalam memahami fenomena modern yang bernama “pengetahuan” itu, terutama pengetahuan sosial. Foucault mempersoalkan tentang apa itu pengetahuan secara genealogis dan arkeologis; dengan melacak bagaimana pengetahuan itu telah beroperasi dan mengembangkan diri selama ini. Kategori-kategori konseptual macam “kegilaan”, “seksualitas”, “manusia”, dan yang lainya yang biasanya dianggap “natural” itu sebetulnya adalah situs-situs produksi pengetahuan, yang membawa mekanisme-mekanisme dan aparatus kekuasaan; “kekuasaan dalam mendefinisikan” siapa kita. Ilmu-ilmu sosial dan ilmu kemanusiaan adalah agen-agen kekuasaan itu. kendati kekuasaan itu tidak selalu negatif-represif melainkan positif-produktif (menciptakan kemampuan dan peluang baru), Foucault di sini mau membuka kesadran kita akan partisipasi kita dlam memahami pengetahuan itu sendiri. Realitas perkembangan ilmu pengetahuan zaman  ini merupakan sebuah proses kian intensif dan ekstensifnya pengawasan  lewat “penormalan”, regulasi dan disiplin.

II.                Pengaruh Nietzsche terhadap Foucault
            Tentang kehendak berkuasa yang menjadi pusat pemikirannya ialah pengaruh gagasan  “kehendak untuk berkuasa”  Foucault mencoba untuk menelusuri sejarah masa lampau untuk menjelaskan masa kininya. Hal ini dengan jelas ia perlihatkan dalam artikelnya “ what is Enlightenment” didalamnya ia tegaskan bahwa penelitianya merupakan analisis historis tentang masa kini. Sambil menggunakan genealogi dari nietzsche. Nietzsche melihat genealoginya sebagai suatu sejarah yang efektif atau semacam etnologi intern dari kebudayaan barat dan rasonalitas. Bagi seorang genealogist, tidak ada satu subyek yang menjadi dasar segala sesuatu , entah sebagai individu atau kolektif, yang mengelola sejarah.  Sebagai lawan dari posisi tradisonal, seorang genealogist mengklaim bahwa tidak ada esensi yang fixed, tidak ada finalitas metafisis dan tidak ada hukum yang menjadi dasar segala-galanya. Dalam terang ini foucault memperlihatkan bahwa sejarah kita, dengan berbagai wacana yang terkandung didalamnya, merupakan unsur yang sangat penting dalam pengetahuan manusia dan pembentukan pengetahuan manusia itu sendiri. Dengan kata lain foucault tidak melihat lagi subyek sebagai pembentuk definitif dari sejarah dan dunia melainkan melihat kemungkinan bagaimana sejarah dan segala macam wacananya  membentuk subyek.
Kehendak untuk berkuasa dan memperoleh kebenaraan, kebanyakan sejarah foucaultian setuju bahwa unntuk dapat memahami foucault kita juga harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang Nietzsche. Ini tidak berarti bahwa foucault adalah seorang pengikut murni dari nietzsche dan menerima begitu saja semua ajaran Nietzsche . sunggu ada pembedaan mendasar antara kedua pemikir ini, terutama menyangkut polah berpikir mereka. Memang berbicara mengenai kuasa menurut foucault dibawa judul “ kehendak untuk memperoleh kebenaran”  dengan sendirinya menghantar kita kepada gagasan Nietzche tentang “kehendak untuk berkuasa”  dan pengetahuan. Genealogi Nietzsche sunggu sangat penting dalam pemahaman foucault tentang sejarah, kuasa, proses menjadi,  pengetahuan, kebenaran, praktek, pengalaman. Gagasan Nietzche tentang “ kehendak untuk berkuasa” memperlihatkan bahwa dallam diri setiap manusia ada satu kerinduaan (passion) atau tendensi untuk hidup, berjuang dan ingin untuk semakin  memperoleh kuasa. Sungguh kehendaklah yang menginginkan kuasa , dan karena itu “ menghendaki “ sungguh merupakan satu peleksanaan kuasa. Nietzsche menegaskan bahwa hidup harus dinikmati. Hidup inilah yang membawa kesenangan dan kenikmatan bagi manusia. Karena itu bagi Nietzsche  kehendak untuk berkuasa berarti kehendak untuk hidup- kehendak untuk memperoleh kuasa atas hidup itu sendiri.[1]
Ada beberapa asumsi pemikiran pencerahan klasik yang ditolak oleh Foucault, yaitu:
·         Pengetahuan itu tidak bersifat metafisis, transendental atau universal, tetapi khas untuk setiap waktu dan tempat
·         Tidak ada pengetahuan yang menyeluruh yang mampu menangkap karakter “objektif” dunia, tetapi pengetahuan itu selalu mengambil perspektif
·         Pengetahuan tidak dilihat sebagai cara pemahaman yang netral dan murni, tetapi selalu terikat dengan rezim-rezim kekuasaan.
·         Pengetahuan sebagai wacana tidak muncul sebagai evolusi sejarah yang konstan, melainkan bersifat diskontinu
III.             Pengaruh Sartre terhadap pemikiran Foucault
            Pemikiran Sartre sering menjadi latar belakang pemikran bagi para pemikir lainnya termasuk Foucault. Sartre dan Foucault memiliki ketertarikan yang sama dalam bidang sastra, psikologi serta filsafat. Keduanya juga disebut sebagai aktivis yang gigih. Mereka memberikan perhatian terhadap orang yang dianggap kaum borjuis sebagai kaum pinggiran (seniman, homoseks, tahanan, dll)
Beberapa pemikiran Foucault mengenai manusia (individu) sedikit banyak bersinggungan dengan filsafat eksistensialisme Sartre. Kajian foucault dalam kegilaan dan peradaban  mengenai dimensi “normal-abnormal “manusia yg tak dapat didefinisikan mengamini pernyataan Sartre, “ia (manusia),  tidak akan menjadi ‘apa-apa’ sampai ia menjadikan hidupnya ‘apa-apa’,,,,,,manusia bukanlah apa-apa selain apa yang ia buat dari dirinya sendiri, itulah prinsip pertama eksistensialisme”. Pernyataan tersebut menegaskan bahwa pihak lain (baca:orang lain) tak memiliki kuasa guna melabelkan apa dan siapa individu.-kongruensi filsafat sosial Foucault dan Sartre.
            Apabila Sartre menggunakan dalil eksistensialisme (eksistensi mendahului esensi), sebagai titik tolak pemahamannya di atas,  maka Foucault menggunakan metode genealogi historis yakni sebuah metode komparasi sejarah guna menunjukkan keberadaan episteme(total set relasi pengetahuan, nilai, norma, kebudayaan dan hukum yg berlaku pada suatu periode waktu tertentu. Apa yg ditunjukannya ialah ketiadaan nilai dan norma yg mapan dalam masyrakat, oleh karenanya foucault mendiktumkan, “pengetahuan adalah kekuasaan” artinya konstruksi perihal akan yang baik dan yang buruk, benar atau salah, bergantung pada rezim yg berkuasa kala itu- dalam bahasa mazhab frankfurt ‘regime of significant- regim penafsir”
            Guna memperkuat argumennya, Foucault membeberkan beberapa fakta sejarah sebagai berikut: kini, dalam masyarakat kita seseorang yang ‘dipasung’ dapatlah dikatakan mengalami gangguan jiwa (baca: gila), sedang dahulu kala, Yesus dipasung, justeru disembah-sembah; di era revolusi perancis, tokoh2 seperti mirebau dan de sade memiliki kedudukan yg ambigu, mereka mendapat cap ‘abnormal’ oleh penguasa, namun didaulat sebagai pahlawan revolusi oleh rakyat [41]. Lydia alix fillingham, foucault untuk pemula, kanisius, yogyakarta, 2001. H. 48.
            Begitu pula, telaah foucault dalam lahirnya klinik  yg berbicara perihal pengobjekkan yang dilakukan oleh orang lain melalui perilaku tatapan mata. Foucault mengangkat contoh dalam interaksi antara dokter dengan pasien dimana kerap kali pasien menjadi ‘benda’ sang dokter. Pertama, pasien tak diperkenankan berbicara sebelum dokter memulainya; kedua, kerap kali dokter membawa para pelajarnya mendatangi pasien, namun kedatangannya beserta rombongannya tidak didasarkan pada motif kemanusiaan,  melainkan hanya tertarik pada penyakit yg diderita oleh pasien lalu mempelajarinya lebih lanjut; dan yang ketiga, tatapan mata sinis sangn dokter yang kerap kali dilayangkan menunjukkan eksistensi ‘pakar dan ‘bukan pakar’, seseorang “yang tahu” dan “tidak tahu”[42]ibid., h. 61.
Selanjutnya Foucault bersikeras mendefinisikan dirinya bertentangan dengan sartre. Secara filosofis, ia menolak pemikrian sartre yang melihat subjek sebagai sentral, diri sebagai subjek sentral dari segala keberadaan (ia menyebut cara pandang ini sebagai narsisme transendental). Secara pribadi dan politik, ia menolak peran sartre yang ia sebut “intelektual universal” . sartre menilai masyarakat dalam hal prinsip transenden dimana masyarakat digerakkan oleh prinsip2 transenden. Protes terlalu banyak darinya trhadap pemikiran sartre tetap menjadi perhatian. Hubungan antara pemikiran keduanya tetap saling memperluas perkembangan bidang pemikiran mereka.
Catatan lain:
Dalam filsafat eksistensialisme Sarter meradikalkan individualisme. Baginya orang lain adalah ancaman baginya. (bdk. Ceritra saat Sartre berada di taman). Lalu soal fenomena tatapan. Ketika orang yg duduk bersamanya menatap dia, sartre merasa cemas, muak dan lain sbagainya. Orang tersebut mengobjekkan dirinya. ‘ada semacam pendarahaninternal ketika dunia saya dihisap kedalam dunia orang lain.
Bagi Sartre manusia adalah mahluk bebas, karenanya tidak ada satu hukum pun yang dapat mengatur kecuali dirinya sendiri.
IV.             Karl Marx
            Karl Marx lahir di Trier, Jerman pada tahun 1818, dari kalangan keluarga ruhaniwan yahudi. Ayahnya Heinrich Marx, adalah seorang pengacara ternama dan termasuk golongan menengah di kota itu. sementara ibunya adalah putri seorang pendeta Belanda yang juga berbangsa yahudi. Tahun 1935, saat berusia 17 tahun, Marx menamatkan sekolah menengah (Gymnasium) di Traves. Kemudian atas kemauan ayahnya ia kulia pada fakultas hukum universitas Bonn selama satu tahun. Kemudia ia belajar filsafat pada universitas Berlin.
1.      Materialisme historis dan materialisme dialektis
Untuk menyusun bangunan teorinya, Marx mewarisi dan menggali sejumlah ajaran. Dari Perancis ia mewarisi ajaran tentang revolusi dan sosialisme, kemudian ditimbanya tradisi pemikiran kefilsafatan Jerman.  Marx memetakan materialisme ke dalam materioalisme historis dan materialisme dialektis. Materialisme historis merupakan pandangan ekonomi terhadap sejarah. Kata historis ditempatkan Marx dengan maksud untuk bebrbagai tingkat perkembangan ekonomi masyarakat yang terjadi sepanjang zaman. Sedangkan materialisme yang dimaksudkan adalah mengacu pada pengertian benda sebagai kenyataan pokok. Marx konsukuen memakai kata historical materialsm untuk menunjukan sikapnya yang bertentangan dengan filsafat idealisme.
            Tentang konsepsi materialisme dialektis, marx berangkat dari dialektika yang dibangun oleh Hegel. Dialektika hegel sebagaimana yang dirumuskan sebagai teori tentang persatuan tentang hal-hal yang bertentangan. Marx datang dengan pendapatnya yang ingin menjadikan dialektika tersebut sebagai dialektika materi.
            Prinsip dasar teori materialisme adalah “bukan kesadaran manusia yang menentukan keadaan sosial, tetapi sebaliknya keadaan sosiallah yang menentukan kesadaran manusia”. Lebih lanjut Marx berkayikanan bahwa memahami sejarah dan arah perubahan tidak perlu memperhatikan apa yang dipikirkan manusia, melainkan bagaimana dia bekerja dan memproduksi. Dengan melihat cara bekerja dan memproduksi maka akan menentukan cara manusia berpikir.
Pengaruh Marx dalam Teori Foucault
Foucault sedikit bersebrangan dengan teori Marx. Foucault mengkritisi teori relasi produksi dari Marx. menurut Marx, kekuasaan itu ada karena ada hubungan di bidang produksi. para pemilik modal memiliki kuasa dalam mengatur dan mengelola produksi, sedangkan tenaga kerja ada dalam genggaman  pemilik modal. Relasi kekuasaan ini merujuk pada faktor ekonomi. Menurut Foucault, kekuasaan itu dimiliki oleh semua orang. Setiap orang memiliki kuasa dalam dirinya. Marx menekankan konsep materialisme bahwa bukan kesadaran manusia yang menentukan keadaan sosial, tetapi sebaliknya keadaan sosialah yang menentukan kesadaran manusia itu sendiri. fakta sosial yang membentuk konsep pemikiran manusia. pemikiran manusia dibentuk berdasarkan adanya fakta sosial itu. fakta sosial itu adanya kelas sosial, pembagian ekonomi, penguasa dan lain sebagainya. Foucault lebih melihat kekuasaan itu bukanlah soal intensi individu, rezim ataupn kelas sosial tertentu, bukan pula soal relasi produksi dan eksploitasi, melainkan jaringan relasi yang anonim dan terbuka. kekuasaan merupakan soal praktik-praktik konkret yang lantas menciptakan realitas dan pola-pola prilaku, memproduksi wilayah objek-objek pengetahuan dan ritual-ritual kebenaran yang khas.
V.                Pengaruh Ferdinand De Saussure terhadap Foucault
        Ferdinand De Saussure merupakan seorang tokoh penting sejarah perkembangan bahasa dan dianggap sebagai bapak linguistik modern. Gagasan terbesarnya adalah teori umum sistem tanda yang disebutnya dengan ilmu Semiologi, sehingga wajar de saussure dianggap orang yang paling berpengaruh terhadap teori strukturalisme. Ferdinand de Saussure juga meletakkan dasar bagi linguistik modern. Menurut Saussure prinsip dasar linguistik adalah adanya perbedaan yang jelas antara signifiant (bentuk, tanda, lambang) dan signifie (yang ditandakan), antara parole (tuturan) dan langue (bahasa), dan antara sinkronis dan diakronis. Dengan klasifikasi yang tegas dan jelas ini ilmu bahasa dimungkinkan berkembang menjadi ilmu yang otonom, di mana fenomena bahasa dapat dijelaskan dan dianalisis tanpa mendasarkan diri atas apa pun yang letaknya di luar bahasa. Saussure membawa perputaran perspektif  yang radikal dari pendekatan diakronik ke pendekatan sinkronik. Linguistik yang oleh Ferdinand de Saussare sungguh berpengaruh besar terhadap Foucault, walaupun secara tidak langsung. Dalam konteks ini de Saussure menyatakan bahwa manusia menggunakan kata-kata dalam berkomunikasi bukan begitu saja terjadi, tetapi menggunakan pertimbangan-pertimbangan akan kata yang digunakan.  Kita menggunakan  kata sebagaimana penguasaan bahasa yang kita miliki. Walaupun de saussure tidak memiliki pengaruh secara pribadi pada foucault, tetapi menjadi latarbelakang dan acuan awal yang positif bagi perkembangan pemikiran foucault. Melalui gagasan linguistik pada masa itu secara tidak langsung de saussure telah membuka jalan dan banyak pengetahuan yang membuka cakra berpikir tokoh-tokoh yang berpengaruh pada masa itu dan yang akan datang, termasuk foucaul, hal ini terasa dalam bidang akademik yang tentunya mampu memberikan pengaruh yang luarbiasa. Tentu saja ini memberi inspirasi dan model pemikiran yang kemudian diaplikasikan dalam karya-karya foucault selanjutnya, yang kemudian membuat foucault menjadi seorang rasionalis. Hal ini juga kemudian terlihat bahwa foucault dapat dikategorikan sebagai seorang “ strukturalis sejarah”, dalam karyanya yang berjudul The Birth Of Clinic( mengenai asal-usul kedokteran) dan The order of Things ( mengenai asal usul pengetahuan manusia modern). 

VI.  KESIMPULAN
            Usaha mencari kebenaran akan suatu fakta kehidupan tidak terlepas dari sumbangan ide-ide dari orang lain. Ide-ide ini membantu dalam memperkuat konsep-konsep yang hendak dibangun. Foucault, dalam memperkaya teorinya membutuhkan konsep-konsep dari para filsuf lainnya. Ide-ide yang disumbangkan dari para filsuf mempertajam dan memperkuat teori yang dibangun oleh Foucault sendiri.



[1] Michel Foucault, Parrhesia dan Persoalan Mengenai Etika, ( Jakarta: Obor, 1997) .

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CERITA RAKYAT DAN FUNGSINYA BAGI MASYARAKAT MANGGARAI: SARANA UNTUK BERKATEKESE

STFK Ledalero

HUMAN TRAFFICKING di INDONESIA